Makalah larangan mengangkat orang kafir sebagai pemimpin

 BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar belakang
Al-quran adalah sumber hukum islam yang utama dan yang paling utama ,di dalamnya menyajikan jawaban dari persoalan manusia.Hanya saja karena keterbatasan akal kita belum mampu memahami al-quran seutuhnya.Hal ini tidak menjadi kendala bagi kita dalam memahami isi al-quran.banyak sekali ulama’ yang menafsirkan al-quran tujuanya agar lebih mudah di pahami oleh masyarakat awam seperti kita .Dalam karya tulis ilmiyah ini akan menyajikan sedikit tafsir tentang ayat-ayat kepemimpinan .Diantaranya ali imron ayat 28,118,159, an-nisa’ ayat 59,144, at-taubat ayat 23,71, al-maidah ayat 51 dan lain sebagainya.tujuanya agar kita mengetahui pemimpin yang sesuai al-quran .sebab di zaman sekarang ini banyak pemimpin yang lalai dengan tugas dan tanggung jawab yang di bebankan kepada mereka.mereka hanya ingin mencari kepuasan dunia dari kepemimpinan mereka.kondisi semacam ini berakibat buruk bagi rakyat yang menjadi korban dari pemimpin yang tidak berpegang hukum al-quran.
1.2Rumusan masalah
1. tafsir ali imron  ayat 28,118,159
2. tafsir an-nisa’ ayat 59,144
3.mengetahui tafsir at-taubat ayat 23,71
4.mengetahui tafsir al-maidah ayat 51
1.3 Tujuan penulisan  
 1.mengetahui tafsir ali imron  ayat 28,118,159
2.mengetahui tafsir an-nisa’ ayat 59,144
3.mengetahui tafsir at-taubat ayat 23,71
4.mengetahui tafsir al-maidah ayat 51



BAB II
PEMBAHASAN
2. 1. tafsir ali imron  ayat 28,118,159
A.Tafsir jalalain firman Allah  ta'ala  surah Ali ‘Imran ayat ke-28 :

لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلَّا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ

 “Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali/pemimpin[ yang memimpin mereka] dengan meninggalkan orang-orang mukmin. barang siapa berbuat demikian,[menjadikan orang kafir sebagai pemimpin] niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah,[agama ALLOH] kecuali Karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka[dengan ketakutan yang sangat.maka kalian boleh menjadikan mereka pemimpin dengan lisan bukan dengan hati ini terjadi sebelum kejayaan umat islam dan berlaku bagi orang yang hidup dalam sebuah negara yang islam tidak kuat didalamnya]. dan Allah memperingatkan kamu[menakutimu] terhadap diri (siksa)-Nya[ALLOH akan menurunkan adzab bagimu bila tetap menjadikan mereka pemimpin]. dan Hanya kepada Allah kembali (mu).   [tempat kembalimu.maka ALLOH akan membalasmu]

Dalam hadist yang diriwayatkan oleh imam bukhori mengatakan Setiap Muslim Adalah Pemimpin
حديث عبدالله بن عمر رضى الله عنه، أنّ رسول الله صلّى الله عليه وسلّم، قال: كلّكم راع فمسؤل عن رعيّته، فالأمير الّذى على النّاس راع وهو مسؤول عنهم، والرّجل راع على أهل بيته وهومسؤل عنهم، والمرأة راعية على بيت بعلها وولده وهى مسؤلة عنهم، والعبد راع على مال سيّده وهو مسؤل عنه، ألا فكلّكم راع وكلّكم مسؤل عن رعيّته.
أخرجه البخارى فى ٤٩ كتاب العتق: ١٧ باب كراهية التطاول على الرقيق
Hadits dari Abdullah bin Umar r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Semua kamu (orang muslim)adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang imam (amir) pemimpin dan bertanggung jawab atas rakyatnya. Seorang suami pemimpin dalam keluarganya dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang isteri pemimpin dan bertanggung jawab atas penggunaan harta suaminya. Seorang pelayan (karyawan) bertanggung jawab atas harta majikannya. Seorang anak bertanggung jawab atas penggunaan harta ayahnya. (HR. Bukhari)
Asbabun Nuzul ayat ini
Ada dua riwayat mengenai sebab turunnya ayat ini, yakni sebagai berikut :1.     Dalam  tafsir AtTabari (3/228) dikatakan bahwa ayat ini turun berkaitan dengan Al-Hajjaj bin Amr, yang mempunyai teman orang-orang Yahudi yaitu Ka’ab bin Al-Asyraf, Ibnu Abi Haqiq dan Qais bin Zaid kemudian ada beberapa sahabat  yang menasehatinya dan berkata :”Jauhilah mereka dan engkau harus berhati-hati karena mereka nanti akan memberi fitnah kepadamu  tentang agama dan kamu akan tersesatkan dari jalan kebenaran.”  Namun sahabat yang dinasehati mengabaikan nasehat ini, dan mereka masih tetap memberi sedekah kepada orang-orang Yahudi dan bersahabat dengan mereka, maka kemudian turun ayat tersebut.
2.      Sedangkan dalam tafsir Al-Qurthubi (4/58) disebutkan bahwa  Ibnu Abbas a berkata bahwasanya ayat ini turun kepada Ubadah bin Shamit, bahwasanya beliau mempunyai beberapa sahabat orang Yahudi dan ketika Nabi  keluar bersama para sahabatnya untuk berperang (Ahzab) Ubadah berkata kepada Rasulullah “wahai Nabi Allah aku mambawa lima ratus orang Yahudi  mereka akan kelur bersamaku dan akan ikut memerangi musuh.” Maka kemudian turunlah ayat tersebut.

 Kandungan ayat
      Menurut al Qurthubi, ayat ini memiliki kandungan dua hal, yang pertama larangan memberikan loyalitas dan kasih sayang kepada orang kafir. Yang kedua  bolehnya bertaqiyah (menyembunyikan keimanan karena takut) karena lemahnya umat islam kala itu. (Tafsir al Qurthubi : 4/57)
Tafsir at Thabari (6/313) : Ayat ini adalah larangan dari Allah ’azza wa jalla kepada orang-orang mukmin untuk menjadikan orang-orang kafir sebagai penolong, pelindung, dan mencintainya.
Sedangkan dalam tafsir Ibnu Katsir (2/30) : (Dengan ayat ini) Allah melarang hamba-hambanya yang beriman untuk berwala’ (memberikan loyalitas) kepada orang-orang kafir dan mengambil mereka sebagai wali.
Demikian pula kita akan temukan penjelasan yang tidak jauh berbeda  dalam tafsir-tafsir yang lain seperti tafsir Ibnu Mundzir (1/165-166),  tafsir Ibnu Hatim (2/628-629), Fath al Qadir (1/380) dan yang lainnya.

B.Tafsir jalalain firman Allah  ta'ala  surah Ali ‘Imran ayat ke-118
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَتَّخِذُواْ بِطَانَةً مِّن دُونِكُمْ لاَ يَأْلُونَكُمْ خَبَالاً وَدُّواْ مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاء مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الآيَاتِ إِن كُنتُمْ تَعْقِلُونَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman [kepercayaanmu yang kamu ketahui melalui hatimu] orang-orang yang di luar kalanganmu[selain golonganmu yaitu orang yahudi nasroni dan orang orang munafik] (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu.[mereka selalu berusaha menjadikanmu rusak] Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu[hal- hal yang berbahaya untukmu] . Telah nyata kebencian[permusuhan] dari mulut mereka,[melalui kejadian yang nyata dan di perlihatkan kemusrikan mereka pada hatimu] dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka[permusuhan] adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu petunjuk  (Kami)[mengenai kebencian mereka], jika kamu benar- benar  memahaminya. [maka jangan menjadikan mereka pemimpinmu]
(Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu ambil sebagai orang-orang kepercayaan) maksudnya sebagai teman-teman akrab tempat kamu membukakan rahasia kamu (orang-orang yang di luar kalanganmu) maksudnya orang lain, misalnya orang Yahudi, Nasrani dan munafik (tidak henti-hentinya mereka menimbulkan kesusahan bagimu)  dalam hadist disebutkan Pemimpin harus membimbing rakyatnya
و حَدَّثَنَا أَبُو غَسَّانَ الْمِسْمَعِيُّ وَإِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى قَالَ إِسْحَقُ أَخْبَرَنَا و قَالَ الْآخَرَانِ حَدَّثَنَا مُعَاذُ بْنُ هِشَامٍ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَبِي الْمَلِيحِ أَنَّ عُبَيْدَ اللَّهِ بْنَ زِيَادٍ دَخَلَ عَلَى مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ فِي مَرَضِهِ فَقَالَ لَهُ مَعْقِلٌ إِنِّي مُحَدِّثُكَ بِحَدِيثٍ لَوْلَا أَنِّي فِي الْمَوْتِ لَمْ أُحَدِّثْكَ بِهِ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَا مِنْ أَمِيرٍ يَلِي أَمْرَ الْمُسْلِمِينَ ثُمَّ لَا يَجْهَدُ لَهُمْ وَيَنْصَحُ إِلَّا لَمْ يَدْخُلْ مَعَهُمْ الْجَنَّةَ و حَدَّثَنَا عُقْبَةُ بْنُ مُكْرَمٍ الْعَمِّيُّ حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ إِسْحَقَ أَخْبَرَنِي سَوَادَةُ بْنُ أَبِي الْأَسْوَدِ حَدَّثَنِي أَبِي أَنَّ مَعْقِلَ بْنَ يَسَارٍ مَرِضَ فَأَتَاهُ عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ زِيَادٍ يَعُودُهُ نَحْوَ حَدِيثِ الْحَسَنِ عَنْ مَعْقِلٍ

Rasulullah saw bersabda: setiap pemimpin yang menangani urusan kaum muslimin, tetapi tidak berusaha semaksimal mungkin untuk mengurusi mereka dan memberikan arahan kepada mereka, maka dia tidak akan bisa masuk surga bersama kaum muslimin itu. (HR. Muslim)
 mereka tidak putus-putusnya hendak membinasakan kamu (mereka ingin) atau mencita-citakan (supaya kamu menderita) artinya berada dalam puncak kesusahan. (Telah nyata) tampak (kebencian) permusuhan terhadapmu (dari mulut-mulut mereka) dengan menjelekkan kamu dan membukakan rahasia kamu kepada orang-orang musyrik (dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka) berupa permusuhan (lebih besar lagi. Sungguh telah Kami jelaskan kepada kamu tanda-tanda) permusuhan mereka itu (jika kamu memikirkan)nya. Maka janganlah kamu ambil mereka itu sebagai orang-orang kepercayaan.

C.Tafsir jalalain firman Allah  ta'ala  surah Ali ‘Imran ayat ke-159

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَا نْفَضُوْا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَا وِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ المُتَوَكِّلِيْنَ.
Artinya : “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu[MUHAMMAD] Berlaku lemah lembut terhadap mereka.[tetap berbuat baik meski mereka menyalahimu] Sekiranya kamu bersikap keras[berlaku buruk] lagi berhati kasar[membenci mereka meka perbuatanmu salah kepada mereka], tentulah mereka menjauhkan[memisahkan] diri dari sekelilingmu. karena itu ma’afkanlah mereka[hal –hal yang di perbuat mereka], mohonkanlah ampun bagi mereka[atas dosa- dosa mereka hingga ALLOH mengampuni mereka], dan bermusyawaratlah dengan mereka[agar mereka mau mengeluarkan pendapat mereka] dalam urusan itu[dalam urusan perang dan yang lainnya yang mengenakkan hati mereka agar mereka mau mengikutimu maka nabi pun banyak melakukan musawaroh dengan mereka]. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya” (Q.S Ali Imran Ayat 159  )
 Asbabun Nuzul
Sebab-sebab turunya ali imran ayat 159 ini kepada Nabi Muhammad saw adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas. Ibnu Abbas ra menjelaskan bahwasanya setelah terjadinya perang Badar, Rasulullah mengadakan musyawarah dengan Abu Bakar  ra dan Umar bin Khaththab ra untuk meminta pendapat meraka tentang para tawanan perang, Abu Bakar ra berpendapat, meraka sebaiknya dikembalikan kepada keluargannya dan keluargannya membayar tebusan. Namun, Umar ra berpendapat mereka sebaiknya dibunuh. Yang diperintah membunuh adalah keluarganya. Rasulullah mesulitan dalam memutuskan. Kemudian turunlah ayat ini sebagai dukungan atas Abu Bakar (HR. Kalabi).[1]
Prof Hamka Menjelaskan tentang QS. Ali Imran ayat 159 ini, dalam ayat ini bertemulah pujian yang tinggi dari Allah terhadap Rasul-Nya, karena sikapnya yang lemah lembut, tidak lekas marah kepada ummatNya yang tengah dituntun dan dididiknya iman mereka lebih sempurna. Sudah demikian kesalahan beberapa orang yang meninggalkan tugasnya, karena laba akan harta itu, namun Rasulullah tidaklah terus marah-marah saja. Melainkan dengan jiwa besar mereka dipimpin.[3] Dalam ayat ini Allah menegaskan, sebagai pujian kepada Rasul, bahwasanya sikap yang lemah lembut itu, ialah karena ke dalam dirinya telah dimasukkan oleh Allah rahmatNya. Rasa rahmat, belas kasihan, cinta kasih itu telah ditanamkan Allah ke dalam diri beliau, sehingga rahmat itu pulalah yang mempengaruhi sikap beliau dalam memimpin.
Meskipun dalam keadaan genting, seperti terjadinya pelanggaran – pelanggaran yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin dalam perang uhud sehingga menyebabkan kaum muslimin menderita, tetapi Rasulullah tetap bersikap lemah lembut dan tidak marah terhadap pelanggar itu, bahkan memaafkannya, dan memohonkan ampunan dari Allah untuk mereka. Andaikata Nabi Muhammad saw bersikap keras, berhati kasar tentulah mereka akan menjauhkan diri dari beliau.
Disamping itu Nabi Muhammad selalu bermusyawarah dengan mereka dalam segala hal, apalagi dalam urusan peperangan. Oleh karena itu kaum muslimin patuh melaksanakan putusan – putusan musyawarah itu karena keputusan itu merupakan keputusan mereka sendiri bersama Nabi. Mereka tetap berjuang dan berjihad dijalan Allah dengan tekad yang bulat tanpa menghiraukan bahaya dan kesulitan yang mereka hadapi. Mereka bertawakal sepenuhnya kepada Allah, karena tidak ada yang dapat membela kaum muslimin selain Allah.[4]
Quraish Shihab di dalam Tafsirnya al-Misbah menyatakan bahwa surat Ali Imran ayat 159 ini diberikan Allah kepada Nabi Muhammad untuk menuntun dan membimbingnya, sambil menyebutkan sikap lemah lembut Nabi kepada kaum muslimin, khususnya mereka yang telah melakukan pelanggaran dan kesalahan dalam perang uhud itu. Sebenarnya cukup banyak hal dalam peristiwa Perang Uhud yang dapat mengandung emosi manusia untuk marah, namun demikian, cukup banyak pula bukti yang menunjukkan kelemah lembutan Nabi saw. Beliau bermusyawarah dengan mereka sebelum memutuskan perang, beliau menerima usukan mayoritas mereka, walau beliau kurang berkenan, beliau tidak memaki dan mempersalahkan para pemanah yang meninggalkan markas mereka, tetapi hanya menegurnya dengan halus, dan lain lain.
Sedangkan menurut Ibn Katsir di dalam tafsirnya al-Quran al-Azhim, sikap lemah lembut yang dimiliki oleh nabi muhammad saw itu tiada lain disebabkan karena rahmat Allah yang dianugrahkan kepadanya, sehingga beliau bersikap lemah lembut terhadap mereka. Demikian juga Al-hasan Al-basri mengatakan bahwa begitulah akhlak nabi Muhammad saw. Yang diutus oleh Allah. Kemudian ayat selanjutnya mengatakan: “Dan jikalau kamu bersikap keras dan berhati kasar tentulah mereka akan menjauh darimu”. Artinya adalah sekiranya kamu kasar dalam berbicara dan berkeras hati dalam menghadapi mereka, niscaya mereka bubar darimu dan meninggalkanmu. Akan tetapi, Allah menghimpun mereka disekelilingmu dan membuat hatimu lemah lembut terhadap mereka sehingga mereka menyukaimu. Kemudian disini rasulullah selalu bermusyawarah dengan mereka apabila menghadapi suatu masalah untuk mengenakkan hati mereka, agar menjadi pendorong bagi mereka untuk melakukannya. Terutama dalam hal peperangan baik itu perang badar, uhud, khandak, dll yang mana beliau selalu bermusyawarah ketika hendak mulai peperangan seperti mengatur strategi perang, dll.sehingga apabila kamu telah mendapatkan hasil yang bulat maka bertawakallah kepada Allah, sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal kepadanya

2.2 tafsir an-nisa’ ayat 59,144
A.Tafsir an-nisa’ ayat 59
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 59:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً
“Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu”. (an-Nisaa:59)
Al Hafizh Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan makna ayat di atas bahwasanya al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata tentang firman Allah: “Taatilah Allah dan taatilah Rasul(Nya) dan Ulil Amri diantara kamu”. Ayat ini turun berkenaan dengan Abdullah bin Hudzafah bin Qais bin ‘Adi, ketika diutus oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam di dalam satu pasukan khusus. Demikianlah yang dikeluarkan oleh seluruh jama’ah kecuali Ibnu Majah.
Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Ali, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam mengutus satu pasukan khusus dan mengangkat salah seorang Anshar menjadi komandan mereka. Tatkala mereka telah keluar, maka ia marah kepada mereka dalam suatu masalah, lalu ia berkata: “Bukankah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam memerintahkan kalian untuk mentaatiku?” Mereka menjawab: “Betul”. Dia berkata lagi: “Kumpulkanlah untukku kayu baker oleh kalian”. Kemudian ia meminta api, lalu ia membakarnya, dan ia berkata: “Aku berkeinginan keras agar kalian masuk ke dalamnya”. Maka seorang pemuda diantara mereka berkata: “Sebaiknya kalian lari menuju Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dari api ini. Maka jangan terburu-buru (mengambil keputusan) sampai kalian bertemu dengan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Jika beliau perintahkan kalian untuk masuk ke dalamnya, maka masuklah”. Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pun bersabda kepada mereka: ‘Seandainya kalian masuk ke dalam api itu niscaya kalian tidak akan keluar lagi selama-lamanya. Ketaatan itu hanya pada yang ma’ruf’. (Dikeluarkan dalam kitab ash-Shahihain dari hadits al-A’masy)
Abu Dawud meriwayatkan dari Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda: “Dengar dan taat adalah kewajiban seorang muslim, suka atau tidak suka, selama tidak diperintah berbuat maksiat. Jika diperintahkan berbuat maksiat, maka tidak ada kewajiban mendengar dan taat”. (Dikeluarkan pula oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Yahya al-Qaththan)
Dari ‘Ubadah bin ash-Shamit, ia berkata: “Kami dibai’at oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam untuk mendengar dan taat diwaktu suka dan tidak sukanya kami dan diwaktu sulit dan mudahnya kami, serta diwaktu diri sendiri harus diutamakan dan agar kami tidak mencabut kekuasaan dari penguasa, beliau bersabda:‘Kecuali kalian melihat kekafiran yang nyata dan kalian memiliki bukti jelas dari Allah’. (Dikeluarkan oleh al-Bukhari dan Muslim)
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam berdabda: “Barangsiapa yang melihat pada pemimpinnya sesuatu yang tidak disukainya, maka bersabarlah. Karena tidak ada seseorang yang keluar dari jama’ah sejengkalpun, lalu ia mati, kecuali ia mati dalam keadaan jahiliyah”. (Dikeluarkan oleh al-Bukhari dan Muslim)
Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu, bahwa ia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda: “Barangsiapa yang melepaskan tangannya dari ketaatan, niscaya ia akan berjumpa dengan Allah pada hari kiamat tanpa hujjah. Dan barangsiapa yang mati sedangkan di lehernya tidak ada bai’at, niscaya ia mati dengan kematian jahiliyyah”. (Muslim)
Didalam hadits shahih yang telah disepakati pula, yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda: “Barangsiapa yang taat kepadaku, maka berarti ia taat kepada Allah. Dan barangsiapa yang bermaksiat kepadaku, maka ia berarti bermaksiat kepada Allah. Barangsiapa yang mentaati amirku, maka ia berarti mentaatiku. Dan barangsiapa yang bermaksiat kepada amirku, maka ia bermaksiat kepadaku”.
Ibnu Katsir selanjutnya menjelaskan bahwa “ini semua adalah perintah untuk mentaati ulama dan umara. Untuk itu Allah berfirman: “Taatlah kepada Allah”, yaitu ikutilah Kitab-Nya. “Dan taatlah kepada Rasul”, yaitu peganglah sunnahnya. “Dan ulil amri di antara kamu”. Yaitu pada apa yang mereka perintahkan kepada kalian dalam rangka taat kepada Allah, bukan dalam maksiat kepada-Nya. Karena tidak berlaku ketaatan kepada mahluk dalam rangka maksiat kepada Allah”.
B.Tafsir an-nisa’ ayat 144
Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 144

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَتَّخِذُواْ ٱلۡكَٰفِرِينَ أَوۡلِيَآءَ مِن دُونِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَۚ أَتُرِيدُونَ أَن تَجۡعَلُواْ لِلَّهِ عَلَيۡكُمۡ سُلۡطَٰنٗا مُّبِينًا ١٤٤
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu),” (QS An-Nisa: 144).

Allah ﷻ melarang hamba-hamba-Nya yang beriman mengambil orang-orang kafir sebagai wali[i] bagi mereka, bukannya orang-orang mukmin. Yang dimaksud dengan istilah 'wali' dalam ayat ini ialah berteman dengan mereka, setia, ikhlas, dan merahasiakan kecintaan serta membuka rahasia orang-orang mukmin kepada mereka. Seperti yang disebutkan di dalam ayat lain yang mengatakan:

لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكافِرِينَ أَوْلِياءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلَّا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقاةً وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ

“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kalian akan diri-Nya,” (QS Ali Imran: 28).

Allah memperingatkan kalian terhadap siksa-Nya jika kalian melanggar larangan-Nya. Sedangkan dalam surat ini disebut melalui firman-Nya:

أَتُرِيدُونَ أَنْ تَجْعَلُوا لِلَّهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَانًا مُبِينًا

“Inginkah kalian mengadakan alasan yang nyata bagi Allah?” (QS An-Nisa: 144).

Yakni alasan untuk menyiksa kalian.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Malik ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, dari Amr ibnu Dinar, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: alasan yang nyata. (An-Nisa: 144) Bahwa setiap sultan atau alasan di dalam Al-Qur'an merupakan hujah. Sanad asar ini sahih.

Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, Ad-Dah-hak, As-Saddi, dan An-Nadr ibnu Arabi.



23.mengetahui tafsir at-taubat ayat 23,71
A.Tafsir at-taubat ayat 23
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an surat at-taubat ayat 23
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا آبَاءَكُمْ وَإِخْوَانَكُمْ أَوْلِيَاءَ إِنِ اسْتَحَبُّوا الْكُفْرَ عَلَى الْإِيمَانِ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
9/At-Taubah-23: Ya ayyuha allatheena amanoo la tattakhithoo abaakum waikhwanakum awliyaa ini istahabboo alkufra AAala aleemani waman yatawallahum minkum faolaika humu alththalimoona
Bahasa Indonesia
Hai orang-orang beriman, janganlah kamu jadikan bapa-bapa dan saudara-saudaramu menjadi wali(mu), jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka wali, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.
Quraish Shihab
Wahai orang-orang Mukmin, janganlah kalian menjadikan bapak, anak, saudara, kerabat dan istri kalian sebagai penolong, jika mereka lebih mencintai kekufuran daripada keimanan serta selalu meminta pertolongan kepada orang-orang kafir. Mereka itulah orang-orang yang melanggar jalan yang lurus.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an surat at-taubat ayat 71
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ (71)
Ayat ini menerangkan bahwa orang-orang mukmin, baik pria maupun wanita saling menjadi pembela di antara mereka. Selaku mukmin ia membela mukmin lainnya karena hubungan seagama dan lebih-lebih lagi jika mukmin itu saudaranya karena hubungan darah. Wanita pun selaku mukminah turut membela saudara-saudaranya dari kalangan laki-laki mukmin karena hubungan seagama sesuai dengan fitrah kewanitaannya sebagaimana istri-istri Rasulullah dan istri-istri para sahabat turut pula ke medan perang bersama-sama tentara Islam untuk tugas menyediakan air minum dan menyiapkan makanan karena orang-orang mukmin itu sesama mereka terikat oleh tali keimanan yang membangkitkan rasa persaudaraan, kesatuan, saling mengasihi dan saling tolong menolong. Kesemuanya itu didorong oleh semangat setia kawan yang menjadikan mereka sebagai satu tubuh atau satu bangunan tembok yang saling kuat-menguatkan dalam menegakkan keadilan dan meninggikan kalimat Allah. Sifat mukmin yang seperti itu banyak dinyatakan oleh hadis-hadis Nabi Muhammad saw. antara lain, seperti sabdanya:

مثل المؤمنين في توادهم وتراحمهم وتعاطفهم مثل الجسد إذا شتكى منه عضو تداعى سائر الجسد بالحمى والسهر
Artinya:
Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling mengasihi, saling menyantuni dan saling membantu seperti satu jasad, apabila salah satu anggota menderita seluruh anggota jasad itu saling merasakan demam dan tidak tidur.
(H.R. Bukhari dan Muslim dari Nu'man bin Basyir)
Sifat saling membela tidak terdapat pada orang-orang munafik karena mereka diliputi oleh keraguan dan sifat pengecut. Persaudaraan ini di kalangan mereka sekadar ucapan permainan lidah sebagaimana diutarakan di dalam firman Allah:

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ نَافَقُوا يَقُولُونَ لِإِخْوَانِهِمُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَئِنْ أُخْرِجْتُمْ لَنَخْرُجَنَّ مَعَكُمْ وَلَا نُطِيعُ فِيكُمْ أَحَدًا أَبَدًا وَإِنْ قُوتِلْتُمْ لَنَنْصُرَنَّكُمْ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ لَئِنْ أُخْرِجُوا لَا يَخْرُجُونَ مَعَهُمْ وَلَئِنْ قُوتِلُوا لَا يَنْصُرُونَهُمْ وَلَئِنْ نَصَرُوهُمْ لَيُوَلُّنَّ الْأَدْبَارَ ثُمَّ لَا يُنْصَرُونَ
Artinya:
Apakah kamu tiada memperhatikan orang-orang munafik yang berkata kepada saudara-saudara mereka yang kafir di antara ahli kitab: "Sesungguhnya jika kamu diusir, niscaya kami pun akan keluar bersama kamu; dan kami selama-lamanya tidak akan patuh kepada siapa pun untuk (menyusahkan) kamu, dan jika kamu diperangi pasti kami akan membantu kamu. Dan Allah menyaksikan bahwa sesungguhnya mereka benar-benar pendusta." Sesungguhnya jika mereka diusir, orang-orang munafik itu tidak akan keluar bersama mereka, dan sesungguhnya jika mereka diperangi, niscaya mereka tidak akan menolongnya, sesungguhnya jika mereka menolongnya niscaya mereka akan berpaling lari ke belakang, kemudian merekatiada akan mendapat pertolongan.
(Q.S. Al-Hasyr: 11, 12)
Sifat-sifat yang dimiliki orang-orang mukmin itu berlainan dengan sifat-sifat orang-orang munafik itu, yaitu:
a. Orang-orang mukmin menyuruh manusia berbuat baik (amar makruf) sedang orang-orang munafik menyuruh manusia berbuat mungkar.
b. Orang-orang mukmin melarang manusia berbuat mungkar sedangkan orang munafik melarang manusia berbuat baik.
c. Orang-orang mukmin mengerjakan salat dengan khusyuk dan tawaduk dengan hati yang ikhlas sedang orang-orang munafik mengerjakan salat dalam keadaan terpaksa dan riya.
d. Orang-orang mukmin selain mengeluarkan zakat, tangan mereka terbuka untuk kesejahteraan umat dan memberikan sumbangan sosial sedang orang-orang munafik adalah kikir; jika mereka mengeluarkan zakat atau derma adalah karena khawatir dan riya bukan karena ikhlas kepada Allah sebagaimana dinyatakan di dalam firman Allah:

وَمَا مَنَعَهُمْ أَنْ تُقْبَلَ مِنْهُمْ نَفَقَاتُهُمْ إِلَّا أَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَبِرَسُولِهِ وَلَا يَأْتُونَ الصَّلَاةَ إِلَّا وَهُمْ كُسَالَى وَلَا يُنْفِقُونَ إِلَّا وَهُمْ كَارِهُونَ
Artinya:
Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka tidak mengerjakan salat melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka melainkan dengan rasa enggan.
(Q.S. At Taubah: 54)
e. Orang-orang mukmin terus-menerus berada di atas ketaatan kepada Allah dengan meninggalkan perbuatan-perbuatan maksiat dan mengerjakan segala perintah menurut kesanggupan sedang orang-orang munafik adalah orang-orang yang terus-menerus di atas perbuatan maksiat.
Pada akhir ayat ini Allah menegaskan bahwa Dia pasti akan melimpahkan rahmat-Nya baik di dunia maupun di akhirat kepada orang-orang mukmin sedang ayat-ayat yang lalu Allah akan melaknati orang-orang munafik dan mengancam mereka dengan api neraka. Sesungguhnya Allah swt. Maha Perkasa tidak seorang pun yang dapat menolak hukum-Nya dan Dia adalah Maha Bijaksana melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya sesuai dengan amalan-amalan yang telah dikerjakannya.

B.Tafsir  Surah At Taubah 71
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ (71)
(Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan sebagian mereka adalah menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh mengerjakan yang makruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan salat, menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa) tiada sesuatu pun yang dapat menghalang-halangi apa-apa yang akan dilaksanakan oleh janji dan ancaman-Nya (lagi Maha Bijaksana) Dia tidak sekali-kali meletakkan sesuatu melainkan persis pada tempat yang sesuai.

2.4.mengetahui tafsir al-maidah ayat 51
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an surat

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim..” (QS. Al-Maidah: 51)
Riwayat ini disebutkan oleh Ibnu katsir dalam tafsirnya (3/132).
Umar melarang, jangan sampai orang kafir menjadi pejabat yang memiliki posisi di pemerintahan. Sekalipun dia hanya seorang akuntan negara.
Komplotan Munafiq Indonesia (KMI)
Sikap dan perilaku jahat kaum munafik – yang secara lahir mengaku beriman, tetapi batinnya mencintai kekufuran – bahkan diabadikan dalam satu surat khusus, yaitu Surat al-Munafiqun (surat ke-63). Mereka dikenal sebagai pendusta, mengaku-aku iman padahal selalu memusuhi kaum Muslimin dan membela orang kafir.
Kadang mereka tak segan bersumpah-sumpah  agar bisa dipercaya. Padahal, mereka selalu berusaha menghalagi manusia untuk mendekat kepada Allah. Juga, tak jarang penampilan lahiriah kaum munafik  itu sangat memukau; ucapan-ucapan mereka pun banyak didengar orang. Mereka bisa berpenampilan seperti profesor ahli tafsir, atau pemuka ormas besar, atau mengaku pakar agama. Silahkan Anda baca QS. al-Munafiqun, ayat: 1-5.
Dalam peristiwa semacam ini, anda sudah bisa menebak arah gerakannya. Mereka akan selalu menjadi garda depan pembela gubernur kafir itu. Mereka sangat berharap, agar yang menang adalah gubernur kafir.
Anda baca ayat ini:
بَشِّرِ الْمُنَافِقِينَ بِأَنَّ لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا (138) الَّذِينَ يَتَّخِذُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَيَبْتَغُونَ عِنْدَهُمُ الْعِزَّةَ فَإِنَّ الْعِزَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا
“Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih, (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman dan penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kemenangan di sisi orang kafir itu? maka sesungguhnya semua kemenangan kepunyaan Allah. (QS. an-Nisa’: 138 – 139)














BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah sholawat di iringi koplo

Tasawuf penjernih hati